Selasa, 17 November 2009

O, sahabatku si miskin

O, sahabatku si miskin

O, kau yang dilahirkan diatas dukalara dan dibesarkan di pangkuan kemalangan dan dibawa ke kedewasaan di rumah penindasan, kau yang memakan kerak rotimu dengan keluhan dan meneguk air keruhmu dengan airmata dan ratapan.

O, serdadu yang menghukum dengan hukum buatan manusia, yang meninggalkan istri dan seorang anaknya serta keluarganya melarikan diri dari padang kematian demi ketamakan dalam penyamaran tugasnya.

Dan, kau, penyair yang berkediaman di tanah kelahiran, tak dikenal di antara mereka yang mengenalmu, dipuasi dengan potongan dan kepingan kertas bertinta.

O, tawanan yang memasuki kegelapan dibebaskan kesalahan kecil yang diperbesar oleh mereka yang menghukum kejahatan dengan kejahatan pula; dibuang oleh mereka yang mencari perbuatan baik dengan jalan korupsi.

Dan, kau, wanita yang malang, kepada siapa Tuhan mengkaruniai kecantikan; kepada siapa pandangan para pemuda merasa dewasa, yang memburumu dan menggodamu dan menaklukan kemiskinanmu dengan emas. Kepada mereka kau menyerah dan ditinggalkan sebagai mangsa yang gemetar dalam gendongan penderiataan dan rasa malu.

Kau, kekasihku yang lemah, tumbal hukum manusia. Kau menderita dan penderitaanmu buah ketidak-adilan kekuasaan dan ketidak-jujuran si penguasa dan penindasan si kaya dan ketamakan si rakus.

Janganlah berputus-asa. Sebab, di balik kerancuan dunia ini, di balik zat dan mega udara, di balik semua benda terdapat suatu kekuatan yaitu keadilan dan belas-kasihan serta cinta dan keharuan.

Kau bagai bunga yang tumbuh di tempat teduh. Angin sepoi yang lembut akan melintas dan membawa kebutuhanmu akan cahaya matahari dan kau akan bermukim di sana dengan kehidupan yang menyenangkan.

Kau bagai pohonan telanjang yang membungkuk di bawah salju musim dingin yang tebal. Namun, musim semi segera akan tiba menutupi dirimu dengan dedaunan hijau nan segar.

Kebenaran akan terdedah di samping kerudung airmata yang menyembunyikan senyumanmu. Dan, aku akan menyambutmu, saudaraku, dan meremehkan para penindasmu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar