Rabu, 30 Maret 2011

Ada yang salah dari sistem pendidikan Indonesia?

Ada yang salah dari sistem pendidikan Indonesia?

“Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial,……..” (Pembukaan UUD 1945 Alinea IV)


Berdasarkan kutipan di atas, salah satu tujuan Negara Republik Indonesia ialah mencerdaskan kehidupan bangsa telah merumuskan tujuan negara tersebut bersama dengan konstitusi tertulis Indonesia. Menurut tujuan negara tersebut jelas terlihat bahwa pendiri bangsa memiliki komitmen yang kuat dalam bidang pendidikan. Tak dapat dipungkiri bahwa pendidikan merupakan aspek penting untuk meciptakan Sumber Daya Manusia yang berkualitas serta berkontribusi bagi pembangunan negara.

Realita pendidikan di Indonesia saat ini menunjukkan adanya proses pembaharuan sistem secara berkelanjutan. Mulai dari standardisasi nilai Ujian Akhir Nasional hingga kebijakan penerapan otonomi kampus di Perguruan Tinggi dengan mengeluarkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan. Semua sistem yang hari ini berusaha diterapkan pada dunia pendidikan di Indonesia menimbulkan berbagai fenomena unik, mulai dari penolakan keras hingga kritik terhadap sistem tersebut.

Dr.dr.B.M Wara Kushartanti (pemerhati pendidikan.red), mengungkapkan bahwa sistem pendidikan Indonesia tidak membuat siswa kreatif karena hanya terfokus pada proses logika, kata-kata, matematika, dan urutan dominan. Akibatnya perkembangan otak siswa tidak maksimal dan miskin ide baru. Pernyataan tersebut mungkin ada benarnya jika dikaitkan dengan proses pendidikan hari ini. Value Oriented yang dimaknai sebagai hasil akhir, bukan dari proses yang dilakukan, terkadang menjerumuskan paradigma pendidikan. Sehingga tak aneh ketika seorang sarjana dengan IPK Cum Laude tidak bisa melakukan apa-apa untuk mengaplikasikan ilmu yang didapatkan di bangku perkuliahan. Orientasi pada nilai cenderung mengesampingkan proses kreatifitas yang justru dibutuhkan ketika “terjun” di masyarakat.

Konsep yang coba untuk dituangkan oleh Paulo Freire, seorang pemikir berkebangsaan Brazil adalah “proses pendidikan Sosial”. Dalam hal ini, sistem pendidikan menempatkan pelajar sebagai subjek bukan objek. Sedangkan realita sosial yang terjadi di sekitar dijadikan sebagai materi pembelajaran. Proses ini mengantarkan terwujudnya dialektika dan kesadaran kritis dari tiap individu.

Terkait dengan sistem pendidikan di Indonesia yang masih berorientasi pada nilai akhir, maka konsep “pendidikan kritis” oleh Paulo Freire ini dapat merubah paradigma pendidikan tersebut. Perubahan paradigma pendidikan yang berorientasi pada nilai agaknya perlu diikuti dengan perubahan sistem yang lebih “humanis” dan berkeadilan karena mengingat kembali bahwa tujuan yang diemban negara Indonesia adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa yang berlandaskan pancasila. Pada akhirnya, pendidikan tak hanya dimaknai sekedar ajang mencari nilai bagus dan ijazah sebagai bentuk legitimasi. Namun lebih dari itu, pendidikan adalah suatu proses untuk memanusiakan manusia dan membentuk manusia yang beradab dan berkontribusi bagi peradaban bangsa.

Bisakah kita mencetak orang-orang hebat dengan cara menciptakan hambatan
dan rasa takut? Bukan tidak mustahil kita adalah generasi yang dibentuk oleh sejuta ancaman: gesper, rotan pemukul, tangan bercincin batu akik, kapur, dan penghapus yang dilontarkan dengan keras oleh guru,sundutan rokok, dan seterusnya. Kita dibesarkan dengan seribu satu kata-kata ancaman: Awas...; Kalau,...; Nanti,...; dan tentu saja tulisan berwarna merah menyala di atas kertas ujian dan rapor di sekolah.

Sekolah yang membuat kita tidak nyaman mungkin telah membuat kita
menjadi lebih disiplin. Namun di lain pihak dia juga bisa mematikan inisiatif dan
mengendurkan semangat. Temuan-temuan baru dalam ilmu otak ternyata menunjukkan otak manusia tidak statis, melainkan dapat mengerucut (mengecil) atau sebaliknya,dapat tumbuh.Semua itu sangat tergantung dari ancaman atau dukungan (dorongan) yang didapat dari orang-orang di sekitarnya. Dengan demikian kecerdasan manusia dapat tumbuh, sebaliknya dapat menurun. Seperti yang sering saya katakan, ada orang pintar dan ada orang yang kurang pintar atau bodoh.

Tetapi juga ada orang yang tambah pintar dan ada orang yang tambah
bodoh. Mari kita renungkan dan mulailah mendorong kemajuan, bukan menaburkan ancaman atau ketakutan. Bantulah orang lain untuk maju, bukan dengan menghina atau memberi ancaman yang menakut-nakuti.

Berikut beberapa pendapat dari masyarakat Indonesia yang pernah mengalami sistem pendidikan di Indonesia:


  • "Saya pribadi sekolah sampe bosen. SD 6 tahun, SMP 3 tahun, SMA 3 tahun, Kuliah 4 tahun total sampai S1 saya harus belajar selama 16 tahun... wah eneg banget. Tapi sebenarnya yg bikin eneg itu bukan belajarnya, tapi sistem pendidikan yg diterapkan di Indonesia ini yg bikin eneg."
  • "Sekedar saran buat dunia pendidikan di INDONESIA yg tercinta ini agar sistemnya tidak bikin eneg :

    1. Kalau Wajib Belajar 9 Tahun Kenapa SD mesti ikutan UAN?

    ini satu contoh kebodohan sistem pendidikan di indonesia dan bikin ribet peserta didik (SISWA/i) sekaligus orang tua. Ya .. mendingan Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) digabung aja jadi satu dengan nama SEKOLAH DASAR & MENENGAH PERTAMA (SDMP) jadi kelasnya dari kelas 1 - 9, nah yg sekarang kan ribet tuh, masa mesti UAN lagi trus cari sekolah lagi.. ahhh ribet banget deh!

    2. GURU bukan PENGAJAR gan tapi PEMBIMBING

    Kan semua orang di dunia ini hidup harus terus belajar.. karena dunia ilmu pengetahun juga terus berkembang. Jadi seharusnya guru itu bukan disebut PENGAJAR karena toh dia juga harus terus belajar biar ilmunya UPTODATE. Guru itu PEMBIMBING yang bersama-sama dengan muridnya mempelajari tentang sesuatu. Nah jadi metode belajarnya juga harus di rubah dari BELAJAR dan MENGAJAR jadi BELAJAR dan MEMBIMBING.

    Bedanya di mana?

    Kalau MENGAJAR itu ya seperti yg selama ini :

    Guru : "Indonesia di jajah selama 3.5 Abad dan merdeka 17 agustus 1945"
    Murid : "Oooooooooooo gitu!!" (sambil nyatet trus ngapalin buat ujian"
    Guru : "Oke sekian hari ini, siapkan hapalan kalian untuk quis minggu depan"

    nah ini yang menyebabkan murid gak kreatif dan jadi kaya robot cuma di cekokin doang. Murid jadi belajar bukan untuk pintar tapi biar LULUS UJIAN... hehehe motivasi yg salah kaprah

    sedangkan MEMBIMBING itu seperti ini :

    Guru : "Mengapa indonesia bisa dijajah 3.5 abad dan baru merdeka 17 agustus 1945 ya? ada yg punya pendapat?"

    Murid : "Karena indonesia banyak penghinatnya buuuu... contohnya si pitung di hinati ma adik seperguruannya makanya di tangkep kompeni" (sambil nyatet tanggal kemerdekaan dan di inget2)

    Guru : "Hmmm bisa jadi, itulah mengapa kita harus menjaga PERSATUAN ya. Ada pendapat lain?"

    nah... cair deh suasana.. jadi semua sama2 belajar murid jadi lebih kreatif dan mengasah logika berpikir. Berani mengajukan pendapat dan menggapai mimpi di masa depan."
Apa benar ada yang salah dari sistem pendidikan di negeri kita ini?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar